Minggu, 10 Juli 2011

Si Roro Majapahit

Cinta Di Pengungsian Tatar Sunda

Tahun 1478 Keraton Majapahit diserbu oleh musuhnya sehingga banyak keluarga kerajaan mengungsi. Raja dikabarkan mengungsi ke Gunung Lawu. Sementara Raden Baribin[1], saudara seayah dari Prabu Kertabumi (Brawijaya V) dari Majapahit, bersama rombongannya, diperkirakan pada tahun 1478 ini mengungsi ke Galuh[2]. Kerajaan ini waktu itu sedang diperintah oleh Prabu Dewa Niskala[3], putera dari Raja Niskala Wastu Kancana[4]

Sebagai pangeran Majapahit, Raden Baribin dan rombongan diterima dengan baik di lingkungan istana Galuh yang waktu itu diperintah oleh Prabu Dewa Niskala. Raden Baribin kemudian dikawinkan dengan Ratna Ayu Kirana puteri Prabu Dewa Niskala. Puteri tersebut adalah adik dari Banyakcatra / Kamandaka (Bupati Galuh di Pasir Luhur) dan Banyakgampar (Bupati Galuh di Dayeuh Luhur)[5]

Sementara itu dalam rombongan pengungsi Raden Baribin ada seorang gadis, sebut saja Sang Roro. Sebelumnya, Sang Roro ini sudah bertunangan dengan pemuda yang kemudian berpisah. Mungkin karena cantik atau mungkin terjadi tukar menukar, Sang Roro kemudian diperisteri oleh Dewa Niskala.

Terjadi kekacauan karena Dewa Niskala dianggap melanggar adat. Mengapa? Sebabnya adalah Sang Roro dianggap sebagai rara hulanjar atau wanita yang tidak boleh menikah kecuali bila tunangannya meninggal atau membatalkan pertunangan. Kekacauan akhirnya selesai pada tahun 1482 karena Dewa Niskala mengundurkan diri dari tahta. Ia digantikan oleh anaknya sendiri yang bernama Raden Pamanah Rasa /Sri Baduga Maharaja / Siliwangi[6]

Kesimpulan yang dapat ditarik dari kisah ini antara lain adalah :

· Perang menyebabkan terjadinya perpisahan antara sepasang remaja yang sudah memadu janji. Hal ini juga dialami oleh seorang gadis yang terpaksa mengungsi dari Majapahit ke bumi Galuh di Jawa Barat.

· Di zaman dulu sudah ada adat yang melarang gadis yang telah bertunangan untuk dikawini oleh orang lain kecuali kalau tunangannya membatalkan atau meninggal dunia. Dengan kata lain sebelum diketahui meninggal dunia maka pertunangan tidak boleh dibatalkan.

· Jika larangan dalam adat dilanggar oleh seorang raja, salah satu jalan keluarnya adalah mengundurkan diri dari tahta.

Sumber :

· Tim Penulis Sejarah, 1984. Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat. Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat, Pemda Propinsi DT I Jawa Barat




[1] Raden Baribin banyak disebut-sebut dalam Babad Banyumas (Tim Penulis Sejarah, 1984)

[2] Tim Penulis Sejarah, 1984

[3] Prabu Dewa Niskala (1475 - 1482 M) atau Ningrat Kencana memerintah Galuh (beribukota di Kawali) sejak tahun 1475 sampai tahun 1482. Ia menggantikan ayahandanya, Niskala Wastu Kancana (lahir 1348, wafat tahun 1475 dan memerintah selama 104 tahun sejak tahun 1371 M). Sementara Kerajaan Sunda (beribukota di Pakuan, Bogor sekarang) diperintah oleh Sang Haliwungan dengan gelar Prabu Susuk Tunggal (1382-1482 M). Raja Sunda ini juga anak Prabu Niskala Wastu Kancana. Pada saat Wastu Kancana masih hidup, Ningrat Kancana pernah menjadi mahamantri di Kawali sementara Susuktunggal sudah menjadi raja daerah Sunda (Tim Penulis Sejarah, 1984).

[4] Pada saat Niskala Wastu Kancana wafat, tahun 1475, Syarif Hidayat tiba di Cirebon. Penyebaran agama Islam waktu itu sudah mencapai Kuningan dan Luragung berkat usaha Syeh Maulana Akbar alias Syeh Bayanullah (adik Syeh Datuk Kahfi). Ketika Walangsungsang dan adiknya naik haji, mereka tinggal di rumah Syeh Bayanullah ini. Syeh Bayanullah pergi ke Jawa ikut Syeh Bantong (putera Syeh Kuro dari Karawang) yang datang di Makkah untuk beribadah haji. Syeh Bayanullah kemudian mendirikan pondok kuro di Sidapurna Kuningan. Ia menikah dengan Nyi Wandansari, puteri dari Surayana, lurah Sidapurna. Surayana adalah putera Prabu Dewa Niskala dari isterinya yang ketiga. Dari perkawinan tersebut Syeh Bayanullah berputera Maulana Arifin (Tim Penulis Sejarah, 1984)

[5] Dewa Niskala, anak Wastu Kancana, mempunyai banyak isteri dan banyak anak. Dari permaisurinya ia mempunyai anak Jayadewata / Pamanah Rasa. Anak-anaknya yang lain di antaranya adalah: Surayana (lurah Sidapurna, anak Dewa Niskala dari isterinya yang ketiga), Banyakcatra / Kamandaka (Bupati Galuh di Pasir Luhur) dan Banyakgampar (Bupati Galuh di Dayeuh Luhur) dan Ratna Ayu Kirana. (Tim Penulis Sejarah, 1984)

[6] Pada tahun 1482 itu pula, Raden Pamanah Rasa /Sri Baduga Maharaja / Siliwangi selain menggantikan ayahandanya, ia pun juga menjadi Raja Pajajaran (1482-1521), menggantikan Susuktunggal (1382-1482), mertuanya. Puteri Susuktunggal yang diperisteri Siliwangi bernama Kentring Manik Mayang Sunda (Tim Penulis Sejarah, 1984)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar