Rabu, 06 Juli 2011

Dayang Sumbi

Cinta Tak Sengaja Cinta Salah Sasaran

Gunung Tangkuban Perahu, sebuah gunung api aktif yang terletak sekitar 30 kilometer di sebelah utara Kota Bandung dengan ketinggian 2.084 meter di atas permukaan laut, sudah sangat dikenal sebagai obyek wisata yang mempunyai legenda yang juga sangat populer. Legenda yang dimaksud adalah Sangkuriang. Konon, bentuk gunung yang seperti trapesium terpancung tersebut merupakan perwujudan dari perahu terbalik yang ditendang Sangkuriang saat marah kepada ibu kandungnya.

Gunung berapi aktif tersebut sekarang memang masih "tidur". Namun, dalam waktu lebih dari seabad gunung tersebut beberapa kali meletus. Letusan pernah terjadi pada tahun 1829, 1846, 1910, dan 1926, sehingga ,mengakibatkan bagian runcing dari gunung ini hilang atau sudah hancur akibat letusan yang berulang ulang tersebut. Pada saat ini yang tersisa hanyalah bagian tengah dari keruncingan gunung tersebut. Akibatnya, di kawasan puncak terdapat beberapa kawah yang rata-rata masih aktif mengeluarkan asap belerang.

Obyek wisata dan daya tarik wisata yang terdapat di gunung Tangkuban Parahu memang adalah kawah. Terdapat sepuluh kawah diantaranya adalah kawah Ratu, Kawah Upas, Kawah Omas dan Kawah Jurig. Kawah yang sering dikunjungi wisatawan adalah Kawah Ratu, Kawah Domas dan Kawah Upas. Kawah Ratu, yang saat ini sudah tidak aktif, terletak pada ketinggian 1830 m diatas laut, merupakan pusat dari semua kegiatan wisata di Tangkuban Parahu.

Sementara itu Kawah Domas saat ini masih aktif. Yang menarik, di antara kawah-kawah tersebut juga terdapat lipatan dan patahan geologis yang sangat indah.

Selain potensi alam berupa kawah, kawasan gunung Tangkuban Parahu juga memiliki potensi wisata berupa keanekaragaman flora dan fauna yang terdapat di dalamnya. Di situ terdapat tanaman seperti Puspa, Pasang, Kihiur, Jamuju, Rengas, Saninten dan lainnya. Sedangkan untuk faunanya ditemukan hewan seperti macan liar, lutung, dll

Pesona Tangkuban Perahu yang mampu menarik ribuan wisatawan ternyata juga menarik minat ribuan warga untuk mengais rezeki di kawasan itu. Jadilah tempat itu mirip sebagai tempat hiburan rakyat di kota yang selalu ramai. Wisatawan mendapatkan hiburan berupa karya Tuhan YME. Pencari nafkah mendapatkan rezeki dan tentunya Pemerintah Daerah setempat mendapatkan tambahan Pendapatan Asli Daerah.

Mengenai legendanya itu sendiri, ceritanya dimulai dari ribuan tahun yang lalu. Konon saat itu tanah Parahiyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang puteri. Puteri tersebut bernama Dayang Sumbi yang sangat cantik dan cerdas namun sangat manja.

Pada suatu hari saat sedang menenun di beranda istana, Dayang Sumbi merasa lemas dan pusing. Secara tidak disengaja, ia menjatuhkan pintalan benangnya ke lantai berkali-kali. Saat pintalannya jatuh untuk kesekian kalinya, Dayang Sumbi menjadi marah lalu bersumpah bahwa dia akan menikahi siapapun yang mau mengambilkan pintalannya untuk pertama kalinya. Ajaib, sesaat setelah kata-kata sumpah itu diucapkan, datanglah seekor anjing bernama Tumang yang menyerahkan pintalan itu kepada Dayang Sumbi. Maka mau tak mau, sesuai dengan sumpahnya Dayang Sumbi harus menikah dengan anjing tersebut.

Dayang Sumbi dan Tumang hidup berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak berwujud manusia yang memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak tersebut diberi nama Sangkuriang. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuriang selalu ditemani oleh Tumang yang dia ketahui hanyalah sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang pun tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan, sakti dan gagah perkasa.

Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh anaknya pergi berburu rusa untuk keperluan pesta. Berangkatlah Sangkuriang dengan ditemani anjing setianya itu. Setelah beberapa lama tanpa hasil, Sangkuriang menjadi putus asa. Karena tidak ingin mengecewakan ibunya, maka dengan sangat terpaksa Sangkuriang mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang. Anjing setia itu mati dan kemudian dibawanya pulang.

Setibanya di rumah Sangkuriang menyerahkan daging anjing Tumang pada ibunya. Dayang Sumbi yang mengira daging itu adalah daging rusa, merasa gembira atas keberhasilan anaknya. Pesta pun berjalan seperti yang diharapkan.

Segera setelah pesta itu selesai, Dayang Sumbi teringat pada Tumang. Ia bertanya pada anaknya di mana Tumang berada. Awalnya Sangkuriang merasa takut, tapi akhirnya dia mengatakan apa yang telah terjadi. Dayang Sumbi kaget dan menjadi sangat murka. Dalam kondisi marah, dia memukul Sangkuriang tepat di keningnya hingga pingsan. Atas perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir ke luar dari kerajaan oleh ayahnya dan pergi mengembara ke mana saja menurut kata hatinya.

Sementara itu Sangkuriang, yang sadar kembali, hidup di istana tanpa didampingi ibunya. Pukulan ibunya meninggalkan bekas luka yang sangat lebar di keningnya. Demikianlah hari demi hari dilaluinya dan setelah cukup dewasa, Sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar.

Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Ternyata wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya. Sangkuriang melamarnya, Dayang Sumbi pun menerima dengan senang hati.

Sehari sebelum hari pernikahan, saat sedang mengelus rambut tunangannya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang lebar di dahi Sangkuriang. Dayang Sumbsi menyadari bahwa dia hampir menikahi putranya sendiri. Mengetahui hal itu Dayang Sumbi berusaha menggagalkan pernikahan.

Setelah berpikir keras, Dayang Sumbi memutuskan untuk mengajukan syarat perkawinan yang tak mungkin dikabulkan oleh Sangkuriang. Syaratnya adalah : Sangkuriang harus membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah diselesaikan sebelum fajar menyingsing.

Sangkuriang lalu segera bekerja. Cintanya yang sangat besar kepada sang perempuan memberinya suatu kekuatan yang aneh. Kesaktian yang diperoleh dari almarhum anjing – yang dapat meminta bantuan para jin - juga dikerahkannya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu.

Melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, Dayang Sumbi menjadi cemas. Ia lalu berdoa memohon para dewa merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi. Doanya dikabulkan karena sesaat kemudian ayam jantan berkokok, matahari terbit lebih cepat dari biasanya.

Sangkuriang dan seluruh jin pendukungnya menyudahi pekerjaan. Namun Akhirnya Sangkuriang merasa bahwa dia ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi dan menendang perahu buatannya yang hampir jadi itu. Perahu itu terpental ke udara dan jatuh di hutan dalam keadaan terbalik dan membentuk sebuah gunung mirip perahu yang menelungkup. Sementara itu tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari tebangan saat Sangkuriang membuat perahu. Gunung yang bentuknya seperti perahu tertelungkup itu kemudian disebut Gunung Tangkuban Parahu sementara tunggul sisa pohon disebut orang Bukit Tunggul. Sedangkan bendungan yang dibuat Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau di mana Sangkuriang dan Dayang Sumbi kemudian menenggelamkan dirinya membawa kisah sedihnya masing-masing.

Benaratau tidaknya peristiwa itu sulit untuk dibuktikan. Anehnya legenda ini demikian sangat terkenal dan diperkirakan telah bertahan ratusan tahun. Entah siapa yang mengawali cerita itu. Namun yang penting di sini adalah hikmahnya, yang di antaranya adalah :

  • Perkawinan orang tua dengan anak kandungnya merupakan perkawinan yang terlarang sudah sejak dulu, baik menurut adat maupun menurut agama. Secara ilmiah, perkawinan sedarah telah terbukti akan menyebabkan ketidaknormalan pada keturunannya.
  • Usaha untuk menghalangi niat anak yang tidak baik dilakukan oleh ibunya dengan bersiasat. Namun karena siasat tidak juga mujarab, doalah yang menjadi senjata akhir dan ternyata berhasil. Di situlah letak keterbatasan seorang manusia, termasuk wanita, dalam hidupnya.

Sumber Informasi :

  • Anonim, 2004. Legenda Sangkuriang. Globalinter Netura PT, Bandung
  • Ori H Rigan, 2003. Gunung Tangkuban Parahu. Gundheit.tk webmaster
  • Kompas, 2003. Pesona Tangkuban Perahu; Kompas Minggu, 15 Juni 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar