Sabtu, 09 Juli 2011

Calon Arang


Kebencian Terhadap Lelaki

Calon Arang adalah karya seni masa akhir Majapahit. Tidak jelas siapa yang mengarangya namun cerita Calon Arang sangat terkenal di Bali. Dari naskah berkode LOR 5387/5279 berbahasa Jawa kuno, bertahun 1462 Saka (1540 M), bisa didapatkan cerita tentang perempuan yang menebarkan bencana kematian masal lewat kemampuan menyantetnya.

Alkisah Calon Arang yang telah sekian lama berumah tangga dan dikaruniai anak perempuan, ditinggal pergi oleh suaminya yang bernama Empu Bahula. Tidak diketahui sebabnya mengapa terjadi demikian. Mungkin Bahula kecewa karena Calon Arang berwajah atau berperilaku jelek, sementara ada perempuan lain yang lebih disenanginya atau mungkin ada sebab lainnya lagi.

Tentu saja sebagai layaknya perempuan pada umumnya hal itu menyebabkan kepedihan. Calon Arang pun juga demikian namun kebencian itu ia salurkan dengan merawat anaknya terkasih, Ratna Mangali. Anak ini tumbuh dewasa dan akhirnya menjadi gadis yang cantik jelita.

Ratna Mangali yang cantik itu tentunya sudah tiba waktunya untuk kawin. Namun entah apa pula sebabnya, tidak ada laki-laki yang mau mendekatinya. Boleh jadi karena takut kepada Calon Arang atau Ni Rangda, ibu dari sang gadis, yang diperkirakan sangat berlebihan dalam menjaga anak gadisnya itu.

Suatu saat ada seorang pemuda yang hendak melamar anaknya namun akhirnya batal dengan alasan yang sama. Takut. Inilah penyebab memuncaknya kemarahan Calon Arang.

Dalam kemarahannya itu ia meminta pertolongan kepada Dewi Durga untuk bisa memusnahkan penduduk yang dibencinya. Permohonan itu dikabulkan dan sejak itulah Calon Arang dikenal sebagai dukun santet yang menyebabkan banyak kematian akibat wabah yang dibikinnya.

Wabah yang menyeramkan itu didengar oleh Raja Airlangga. Sang Raja pun lalu meminta bantuan Empu Baradha yang dikenal sakti dan berbudi. Empu Baradha sendiri sesungguhnya merasa tidak mampu mengalahkan kesaktian Calon Arang namun dengan akalnya ia mencoba untuk menyusun siasat.

Empu Barada lantas mengirim anaknya untuk meminang Ratna Mangali. Senanglah hati Calon Arang karena ada pemuda yang mau menikahi anaknya. Akhirnya setelah semua persiapan selesai, Ratna Mangali kawin dengan anak Empu Barada itu.

Rupanya ada udang di balik batu. Ratna Mangali dijadikan sebagai alat untuk mencuri rahasia kesaktian ibunya. Dengan merayu-rayu, Ratna Mangali berhasil mendapatkan rahasia itu. Bisa jadi pula karena tidak sadar dan karena sangat mencintai anaknya, ilmu kesaktian Calon Arang berikut kelemahannya dapat dicuri tanpa setahunya.

Setelah mengetahui rahasia itu lewat anaknya, maka Empu Barada segera bertindak. Ia lalu menantang Calon Arang. Semua kehebatan ilmu Calon Arang dapat dipunahkan. Di Akhir cerita, Empu Barada menang dengan tewasnya Calon Arang. Sementara Ratna Mangali dapat diselamatkan dan tetap mengarungi bahtera perkawinannya dengan anak Empu Barada.

Yang dapat disimpulkan dari cerita ini antara lain adalah :

· Kebencian yang memuncak dapat menyebabkan seorang wanita lari ke jalan kesesatan.

· Pada saat kebencian memuncak dan ilmu untuk mengekspresikannya sedang di atas angin, maka akan banyak korban berjatuhan.

· Sesakti-saktinya manusia namun kalau digunakan untuk kejahatan tetap akan kalah dengan kebaikan.

· Sehebat-hebatnya ilmu selalu ada kelemahan dan kelemahan itu di antaranya dapat diketahui dari orang atau sesuatu yang dicintainya.

Sumber Bacaan :

· Tuty Heraty, 2000, Calon Arang : Kisah Perempuan Korban Patriarki, Yayasan Obor Indonesia,

· Sucipto Hadi Purnomo, 2003. Tentang "Tenung" Calon Arang dan Warok "Ngempit" Itu, Suara Merdeka Minggu, 12/10/2003

· Wisnu Kisawa, 2002, Tafsir Lain tentang Calon Arang, SUara merdeka Selasa, 8 Oktober 2002

1 komentar:

Unknown mengatakan...

selmat malam pak, perkenalkan saya Jihan nelma mahasiswa dari universitas negri Jakarta saya sangat tertarik dengan ccerita calon arang yang bapak posting di blog bapak ini, apakah saya bisa menghubungi bapak ? karena saya sedang menyusun tugas akhir saya tentang calon arang, terimakasih pak sebelumnya

Posting Komentar